Rabu, 03 Januari 2018

Indonesia Ternyata Masih Kekurangan Ribuan Tenaga Refraksionist Optician

Indonesia Ternyata Masih Kekurangan Ribuan Tenaga Refraksionist Optician

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia ternyata masih kekurangan sumber daya manusia (SDM) terdidik serta terlatih kepada bidang optik. Indonesia ternyata kekurangan ribuan "Refraksionist Optician" atau RO.

"Refraksionist Optician" atau Refraksionis Optisien merupakan sebutan keliru satu profesi kepada bidang optik, atau yang lebih tinggi lagi disebut Optometris.

Seorang Refraksionis Optisien atau Optometris selesainya lulus dari pendidikannya wajib serta wajib mengangkat sumpah profesi menjadi kondisi pasti dalam global kesehatan.

Pekerjaan ini berkaitan memakai indera rehabilitasi dalam bentuk kacamata berkualitas di optik tunggal juga lensa kontak (contact lens), serta lensa tanam atau Intra Oculer Lens (IOL) menjadi pengganti lensa orisinal kepada bolamata.

Sesuai memakai anggaran Kementerian Kesehatan, setiap optik kepada Indonesia wajib mempunyai satu RO agar bisa mendapatkan resep pembuatan kacamata berkualitas di optik tunggal, lensa kota serta lensa tanam sesuai baku kesehatan. Aika tidak mempunyai RO, maka hanya disebut toko kacamata berkualitas di optik tunggal biasa.

Bos PT Optik Tunggal Michael Kurniawan menyebutkan, waktu ini terdapat kurang lebih 4.500 optik kepada Indonesia, ad interim jumlah RO baru kurang lebih 2.200 orang. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan kemudian menyampaikan dispensasi, satu RO bisa bekerja kepada dua optik sekaligus.

"Tenaga ahli bidang optik kepada Indonesia masih sangat kurang secara kualitas SDM. Itu sebabnya kami kepada Optik Tunggal punya dua sekolah yang spesifik mencetak RO," istilah Michael kepada Kompas.com, usai konferensi pers kolaborasi Optik Tunggal memakai produsen optik asal Jerman, Carl Zeiss kepada Jakarta, Rabu (3/8/2016).

Lama pendidikn RO selama tiga tahun. Dengan mendirikan sekolah spesifik RO, setiap cabang Optik Tunggal mempunyai satu RO per optik, serta tidak bekerja kepada optik lain. Dengan demikian, menjamin kualitas setelan kacamata berkualitas di optik tunggal atau lensa mata untuk pelanggan high end kepada Optik Tunggal.

"Dengan menyampaikan pelayanan prima kepada setiap pelanggan, kami berhasil mempertahankan pelanggan loyal kami, walaupun kami menyasar pelanggan menengah atas," lanjut Michael.

Dia melanjutkan, tidak tertarik untuk menambah RO dari luar negeri, karena yakin tenaga RO bisa dicetak dari dalam negeri.

Darurat Tenaga Terampil

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Rudianto Handojo menyebutkan, Indonesia kekurangan kurang lebih 10.000 insinyur per tahun. Padahal, insinyur sekarang amat dibutuhkan untuk menopang proyek infrastruktur.

Menurut beliau, besarnya kebutuhan industri akan insinyur serta tenaga teknis seharusnya menyadarkan global pendidikan untuk membarui orientasi.

Di jenjang perguruan tinggi, saatnya titik berat program studi condong ke bidang sains-keteknikan ketimbang sosial-humaniora.

Adapun kepada jenjang pendidikan menengah, orientasi hendaknya menukik kepada bidang vokasi (kejuruan) sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Secara terpisah, Direktur Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, serta Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, serta Pendidikan Tinggi Patdono Suwignjo menyebutkan, keliru satu penyebab lulusan insinyur tidak lagi berkecimpung kepada bidangnya karena masih minimnya penghargaan.

Hal tadi membangun para lulusan insinyur yang brilian pun menentukan untuk berkarier kepada luar negeri. Di luar negeri, jasa mereka lebih dihargai.

Ini bertentangan memakai harapan kepada tengah pesatnya membangun infrastruktur kepada dalam negeri, ujar Patdono.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Back to Top