Minggu, 11 Februari 2018

Meluncur Bebas 120 KM per Jam

Meluncur Bebas 120 KM per Jam

KOMPAS.com - Dimulai memakai sentakan, lalu kereta pacu itu meluncur 120 kilometer per jam memakai 12 penunggangnya, melaju melewati rel-rel baja dalam jalur menanjak, meluncur & berpuntir sampai dalam klimaksnya berusaha menanjak jalur terjal 90 derajat, gagal, lalu pulang meluncur mundur melewati kelak-kelok, naik-turun & puntiran yang sama.

Begitu lebih kurang pengalaman menaiki sarana kereta pacu dalam salah satu taman hiburan ternama dalam Kota Bandung. Tegang, seru & relatif memproduksi pusing. Tapi, memang itu kan sensasi yang dicari?

Wahana kereta pacu, generik dianggap roller coaster, adalah salah satu sarana yang paling disukai dalam taman hiburan. Untuk mendeskripsikan sensasi yang dialami penikmatnya, sarana jenis ini kerap dianggap memakai frase "bikin jantung copot".

Menurut website Learner, kereta pacu bisa dilacak ke tahun 1600-an sebagai permainan tradisional dalam Russia. Keretanya berupa balok es  yang diluncurkan dalam sebuah jalur memakai pasir sebagai rem dalam ujung lintasan.

Namun dalam bentuknya yang teranyar, sarana kereta pacu pertama ada dalam taman hiburan legendaris (yang mungkin bisa dianggap sebagai eyangnya taman hiburan dunia) dalam Coney Island, Amerika Serikat, semenjak 1880-an.

Sedangkan cikal bakal bentuknya yang populer dikala ini pertama kali diperkenalkan dalam Disneyland dalam 1995, taman hiburan yang boleh jadi adalah panutan seluruh taman hiburan dalam dunia.

Sejak dikala itu, roller coaster terus bertahan sebagai bentuk hiburan bagi pencari sensasi "copot jantung". Mesin pencipta teriakan itu terus bermunculan memakai rekor baru seperti tertinggi, terbanyak putarannya, terlama & lain-lain.

Wahana kereta pacu adalah contoh sebuah benda yang sampai dikala ini belum bisa digantikan sepenuhnya sang teknologi digital. Sensasi "jantung copot" yang bersumber dari gerakan fisik dikala melaju dalam atas kereta tanpa mesin itu tidak bisa (atau belum bisa?) digantikan sensasi digital apapun.

Salah satu sarana yang pula ada dalam taman hiburan tersebut adalah "teater 4D". Sederhananya, ini adalah sarana menyaksikan film memakai kacamata berkualitas di optik tunggal 3D dalam atas kursi goyang.

Jauh sekali sensasinya dari sarana kereta pacu. Bahkan, teater 4D itu hanya berhasil memproduksi penonton pusing, minus sensasi "jantung copot" yang didambakan.

Nah, selain kereta pacu, banyak hal lain --yang mungkin dianggap sang pelakunya tidak akan bisa digantikan sang teknologi digital, kemungkinan akbar bakal tergantikan.

Di sini butuh semacam kewaspadaan bagi para pelaku. Jangan terlena dalam industri yang dulu, atau kini, terasa begitu akbar & tidak tergoyahkan.

Ketika telah "diganggu" sang teknologi baru, jangan sampai salah bereaksi. Karena kalau terlena, bisa-bisa bagaikan naik sarana roller coaster yang relnya tiba-tiba putus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Back to Top