PEMANDANGAN paling menyembuhkan sehabis perjalanan jauh tentu saja langit biru & bahari jernih. Di Pantai Ora, langit biru & bahari jernih seperti sepasang kekasih, tak pernah terpisah, selalu dengan. Keindahan bahari & alamnya tak jauh tidak selaras dengan Maladewa.
Selepas melewati perjalanan jauh asal Jakarta ke Pantai Ora pada Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, segala penat & lelah segera berkurang dikala melihat air bahari jernih nan menghijau.
Itu dikala kami tiba pada Terminal Transit Wisata Saleman, yg pula menyediakan perahu mesin buat penyeberangan. Butuh waktu kurang lebih setengah jam menyeberangi lautan menuju kawasan kami menginap.
Menjelang senja, kami tiba pada penginapan Ora Beach Resort, yg membangun delapan rumah anjung pada dalam bahari. Rumah semipermanen berdinding papan kayu & beratap daun nipah itu seolah mengapung pada atap air alasannya hanya disangga beberapa tiang beton.
(BACA: Monumen Pembaptisan Pertama Orang Olilit pada Saumlaki, Maluku)
Setiap bangunan dihubungkan oleh jembatan kayu, yg lebarnya hanya cukup buat dua orang.
Rangkaian bangunan rumah itu segera menggiring ingatan pada gambar-gambar penginapan pada Maladewa. Warna airnya yg jernih & terumbu karang yg elok mendukung imaji itu.
Postingan orang-orang yg pernah ke Ora, itu galat satu yg membangun saya ingin ke sini. Semua foto kelihatan bagus, tutur Ira, rekan seperjalanan.
Di bawah bangunan-bangunan itu ratusan ikan rona-warni mencolok. Ikan kuning garis-garis hitam, biru terperinci garis kuning, & merah tua menyala.
Dengan mata telanjang, setiap pengunjung bisa dengan mudah menyaksikan gerakan ikan-ikan yg menggemaskan itu. Mereka berkiprah lincah pada antara terumbu karang & kadang berkejaran.
Gerak-gerik ikan itu seperti terapi pengobat lelah. Pikiran tergerak buat segera mencebur ke bahari, bergabung dengan ikan-ikan yg tak pernah lelah menarik hati.
KOMPAS/MOHAMMAD HILMI FAIQ Berenang pada dekat Gazebo Tebing Hatu Piaa, kawasan foto & snorkeling yg menarik hati. Tiba-tiba badan terasa pulang bugar. Saya ganti baju renang & segera terjun ke bahari, berenang, mengambang, pada kejernihan air yg menjernihkan pikiran & hati itu. Beberapa anak telah lebih dulu menguar senang pada sana.
Sekitar 20 menit kemudian, saya menepi, memanjakan kaki menyapa pasir putih yg menghampar pada tepi pantai. Sesekali ombak menyapa lembut pasir, seperti mitra usang yg membuka & mengulurkan tangan mengajak berdansa.
Ketika mentari sungguh rebah, kami naik ke darat. Selepas itu, saya menikmati perubahan hari dengan duduk pada teras belakangan penginapan yg langsung menghadap ke bahari.
Di bawah kawasan saya duduk, ratusan ikan berkejaran. Mereka seolah menarik hati, mengajak bermain seperti tadi. Saya mengamati mereka sembari sesekali menaburkan remah roti yg segera mereka perebutkan.
Malam menjelang tidur, saya mendengarkan lagu-lagu lembut lewat telepon seluler sembari sesekali memejamkan mata. Di antara alunan lagu yg membuai itu terdengar kecipak air oleh gerakan ikan.
Saya matikan musik & meresapi sunyi alam yg sesekali ditingkahi kecipak air. Sungguh ini suasana yg tenang, tenang, & menyembuhkan. Kalian yg patah hati, cobalah ke sini.
Snorkeling
Tak puas hanya berenang pada antara ikan, kali ini saya dengan rombongan dipandu Marwan Ialuhun menjajal menyelam pada bagian atas (snorkeling).
Air bahari yg hanya sedalam 1-2 meter itu sangat cocok buat snorkeling. Dengan kacamata berkualitas di optik tunggal selam, kecantikan ikan-ikan itu terlihat lebih nyata & makin menarik hati. Jumlahnya ternyata lebih melimpah pula.
Kami berkejaran pada air dangkal. Kadang saking semangatnya, saya terdorong buat menyelam lebih dalam. Akibatnya, selang pernapasan kemasukan air & saya terpaksa harus mengangkat ketua ke bagian atas jika tak ingin karam.
Kami pindah ke beberapa lokasi, mulai asal pantai pada sepanjang Ora hingga Gazebo Tebing Hatu Piaa. Ini tak lain perairan dangkal yg begitu jernih & tenang.
KOMPAS/MOHAMMAD HILMI FAIQ Pengunjung menikmati snorkeling pada perairan dangkal tak jauh asal pondok Ora Beach Resort, Desa Saleman, Kecamatan Seram, Maluku Tengah, Maluku.Pengelola wisata, yakni para masyarakat Saleman, membangun sebuah gazebo buat istirahat sekaligus foto-foto. Warna air nan jernih menghijau, dipadu langit biru & tebing cadas, menjadi kawasan menarik buat berfoto.
Begitu absolut kawasan ini. Ibaratnya, galat atur kamera saja, output fotonya niscaya bagus.
Ini kawasan yg saya sebutkan kemarin, tutur Marwan, yg tempo hari memberikan foto lanskap dengan langit biru & air menghijau. Foto itu membangun kami bertanya-tanya.
Menjangkau Ora
Pantai Ora terletak pada Pulau Seram, tepatnya pada ujung barat Teluk Sawai pada Desa Saleman & Desa Sawai, Kecamatan Seram Utara, Maluku Tengah.
Untuk mencapai Pantai Ora butuh persiapan matang, bukan saja energi, melainkan pula finansial. Maklum, jaraknya termasuk jauh asal Jakarta.
Kami harus terbang selama 3 jam, lalu naik mobil selama dua jam, dilanjutkan dengan menyeberang menggunakan feri, kemudian jalan darat lagi selama 3 jam.
Terakhir, menumpang perahu mesin asal dermaga Saleman ke Pantai Ora selama setengah jam.
Menimbang syarat itu, saya memilih cara lebih mudah dengan mengikuti open trip yg digelar Tukang Jalan. Tukang Jalan mengatur jadwal & penginapan, kami tinggal mengikutinya.
Di sanalah saya bertemu dengan teman-teman baru, seperti Annas, Ina, Ria, Endah, & Ulfa. Dalam bertualang atau jalan-jalan, selain kawasan yg bagus, butuh teman yg cocok.
Nah, mereka ini teman seperjalanan yg asyik, nir mudah mengeluh, & memahami menikmati estetika alam.
Mereka mendapatkan impresi yg sama perihal Ora. Datang ke Ora tanpa ekspektasi, hasilnya malah wow, ha-ha-ha. Pengin buat (kawasan) honeymoon, ujar Ina.
KOMPAS/MOHAMMAD HILMI FAIQ Ikan-ikan pada perairan dangkal Pulau Seram, Maluku Tengah, Maluku. Sejauh ini, estetika Pantai Ora masih prima. Sayangnya, beberapa pengunjung berulah bak vandalis dengan mencorat-coret bebatuan atau tebing pantai sebagai akibatnya mengganggu estetika.
Sayang sekali kalau kawasan seindah itu jadi rusak, ujar Endah yg berprofesi sebagai dokter binatang.
Ulfa pun merasakan Pantai Ora sangat cocok buat menenangkan diri. Cocok buat menyepi asal global luar. Ala-ala pada Maladewa, he-he-he.
Sensasi Ulfa bisa jadi mewakili kesan para pengunjung dikala berada pada Ora. Ini pula membangun pencerahan bahwa alam Indonesia menyimpan estetika tiada tara. Sampai-hingga datang ke Pantai Ora serasa berada pada Maladewa. (MOHAMMAD HILMI FAIQ)
Versi cetak artikel ini terbit pada harian Kompas edisi 31 Desember 2016, pada halaman 21 dengan judul "".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar