Minggu, 11 Februari 2018

Ragam Penyakit Akibat Abu Vulkanik Merapi

Ragam Penyakit Akibat Abu Vulkanik Merapi

[caption id="attachment_75825" align="alignright" width="300" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Sejak mulai erupsi pada 26 Oktober 2010 kemudian, abu vulkanik Gunung Merapi yg terletak pada Kabupaten Sleman, Yogyakarta sudah menyebar melintasi propinsi hingga ke Jawa Tengah & Jawa Barat. Kabupaten Purworejo, Magelang, Klaten, & Boyolali merupakan beberapa daerah yg terkena akibat abu vulkanik pada Wilayah Jawa Tengah. Gunung yg berada pada ketinggian 2.068 meter pada atas permukaan air bahari itu jua memuntahkan abu vulkanik hingga ke Bandung, Cimahi, Padalarang, Garut, Cianjur, Bogor & Depok pada Jawa Barat. Di Kota Magelang yg berada pada perbatasan Jawa Tengah & Daerah  Yogyakarta, abu vulkanik terlihat memenuhi jalan-jalan dan halaman & genteng tempat tinggal penduduk dengan ketebalan satu hingga dua sentimeter. Kepala Bagian Hukum & Hubungan Masyarakat Rumah Sakit Umum Daerah dr Sardjito, Heru Trisno Nugroho berkata bahwa hampir mayoritas korban awan panas letusan Gunung Merapi yg dirawat pada tempat tinggal sakit tadi mengalami trauma inhalasi alasannya saluran pernapasan terbakar. Mereka kesulitan bernapas, sebagai akibatnya membutuhkan alat bantu pernapasan (ventilator). Efek Abu Vulkanik Pada biasanya, gunung berapi yg mengalami erupsi akan menyemburkan uap air (H2O), karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida (SO2), asam klorida (HCl), asam fluorida (HF), & abu vulkanik ke angkasa. Belum lagi kemungkinan munculnya suhu panas & gas-gas beracun yg mungkin ikut menyembur dengan abu vulkanik. Abu vulkanik mengandung silika, mineral, & bebatuan. Unsur yg paling awam merupakan sulfat, klorida, natrium, kalsium, kalium, magnesium, & fluoride, ad interim unsur lain dalam konsentrat rendah merupakan mirip seng, kadmium, & timah. Hujan abu vulkanik mengandung unsur kimia & senyawa yg membahayakan kesehatan. Material vulkanik ini mengandung silika atau kaca. Ini mengakibatkan mulai iritasi kulit, mata (konjugtivitis), sesak napas, hingga imbas jangka panjangnya merupakan kanker paru-paru. Efek abu vulkanik bila terkena kulit atau mata, dalam jangka waktu lama dampaknya akan merusak jaringan kulit hingga iritasi (liputan6.com). Akumulasi silika dalam paru-paru bisa mengakibatkan silikosis yg menyebabkan kerusakan pada paru-paru bila terpapar silika konsentrasi tinggi dalam jangka waktu yg lama. Keterpaparan dalam intensitas tinggi menyebabkan bulu-bulu hidung nir cukup kuat menunda agresi partikel polutan berbahaya itu. Selain korban letusan gunung berapi, orang yg berprofesi menjadi pekerja tambang paling rentan terkena Silikosis,. Para korban yg terpapar silika intensitas tinggi & memiliki daya tahan tubuh rendah sangat rentan dengan silikosis apalagi apabila para korban mala gunung merapi yg mengungsi tadi dalam keadaan kurang istirahat, kurang mendapatkan asupan kuliner bergizi, bahkan mengalami tertekan. Konsentrat silika berbahaya bila melebihi batas yg direkomendasikan yakni lebih dari 50 mikrogram per meter kubik. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), paparan abu vulkanik sangat membahayakan warga yg mengirupnya. Ancaman paling awam merupakan gangguan pernapasan. Berdasarkan paparan WHO waktu terjadi letusan Gunung Eyjafjallajkull pada Islandia kemudian, abu vulkanik gunung berapi biasanya terdiri dari partikel fragmen batuan halus, mineral, & kaca dengan karakter keras, kasar, korosif & nir larut dalam air. Partikel abu sangat kecil sebagai akibatnya gampang tertiup angin hingga ribuan kilometer. Yang paling berpotensi merusak tubuh merupakan partikel abu terkecil yg mencapai kurang dari 1/100 milimeter. Ini berbahaya alasannya gampang menembus masker kain & masuk ke paru-paru (Vivanews.com). Abu vulkanik mengandung partikel batu (tephra) & silika (bahan mirip kaca) yg berukuran sangat kecil kurang dari 1 mm. partikel tadi berbentuk runcing, tajam & keras sebagai akibatnya bisa merusak permukaan-permukaan yg lunak. Efek dari abu vulkanik bagi manusia sangat berpotensi mendatangkan aneka macam macam jenis penyakit, mulai dari penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), gangguan pada kulit hingga menyebabkan iritasi mata. Kandungan material dari abu vulkanik yg berbahaya merupakan pasir kuarsa (S102) yg kerap dipergunakan buat menciptakan gelas. Bila dipandang melalui mikroskop, pasir kuarsa berbentuk runcing ujungnya. Beberapa keluhan yg sering dilaporkan oleh orang-orang yg terpapar abu vulkanik, mirip gangguan napas sebagai akibatnya rasa nir nyaman, hidung meler alasannya terjadi iritasi pada hidung, sakit tenggorokan disertai dengan batuk kering alasannya terjadi iritasi pada tenggorokan & terserang batuk pada penderita asma alasannya produksi dahak bertambah. Keluhan tadi sebenanya merupakan gejala infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Sementara keluhan orang yg terserang iritasi mata hasil abu vulkanik merupakan mata merah atau gatal, kornea mata lecet atau bahkan tergores, mata terasa pedih & sensitif terhadap cahaya, mata terasa kering, & mata kelilipan. Sedangkan kulit yg terkena abu vulkanik bisa menyebabkan kulit gatal-gatal, bahkan kulit bisa terbakar. Abu vulkanik bisa melekat pada saluran pernapasan & hanya bisa dinetralisasi dalam sirkulasi darah apabila jumlahnya nir terlalu banyak. Ada beberapa faktor yg menyebabkan korban letusan berapi terserang penyakit hasil abu vulkanik mirip pernafasan akut (ISPA), yakni frekuensi & lamanya terpapar, konsentrasi partikel pada udara yg lebih dari 10 mikron dalam diameter, cuaca nir baik, dan kondisi kesehatan korban letusan. Cara menghindari paparan abu vulkanik merupakan penggunaan masker & mengungsi ke loka yg kondusif sejauh beberapa radius kilometer dari daerah erupsi gunung berapi. Terkait dengan penggunaan masker, dari Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Prof Faisal Yunus, MD, PhD, FCCP, masker bedah yg terbuat dari kertas atau kain yg banyak beredar sebenarnya hanya menutupi area sekitar hidung. Masker jenis itu memiliki keterbatasan filtrasi alasannya ada celah pada sekitar hidung & mulut yg memungkinkan tetap masuknya kuman & polutan yg ada pada udara. Respirator lebih memberi konservasi ketimbang masker bedah. Respirator lebih melindungi & menyaring partikel berukuran satu mikron. Alat ini terpasang pas pada wajah & berfungsi mencegah kebocoran. Ada sembilan jenis respirator yg direkomendasikan sesuai kemampuan menyaring partikel dengan berukuran 0,3 mikron atau satu per 1.000 milimeter, yaitu respirator 95 %, 99 %, & 100 %, dan kemampuan filtrasi terhadap minyak, yaitu tipe N (Non-resistant to oil), R (Resistant to oil), & P (oil Proof). Sementara masker yg beredar pada kalangan pengungsi Merapi merupakan jenis masker bedah. Masker jenis ini belum memenuhi baku keamanan tubuh manusia. Masker yg paling kondusif pada situasi erupsi Merapi merupakan masker jenis N95 yakni masker yg mirip buat pasien isolasi flu burung, akan tetapi masker tadi mahal harganya. Bila masyarakat belum memiliki respirator N95, maka masyarakat bisa dengan kacamata berkualitas di optik tunggal yg bisa menutup kedap sekeliling mata mirip kacamata berkualitas di optik tunggal goggle. Sebaiknya dengan kacamata berkualitas di optik tunggal yg bening, bukan kacamata berkualitas di optik tunggal berwarna gelap agar nir mempengaruhi penglihatan & jeda pandang. Bila nir memiliki masker & kacamata berkualitas di optik tunggal, maka bisa dengan masker kain, mirip sapu tangan, kostum atau kain lainnya yg bisa menyaring partikel abu yg lebih besar. Bagi yg nir memiliki masker respirator N95, sebaiknya menghindari melakukan aktivitas pada luar tempat tinggal/gedung buat mencegah abu vulkanik yg mengandung asam sulfat atau belerang yg bisa menembus paru-paru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Back to Top