Minggu, 11 Februari 2018

Tanzania, Surga Para Petualang Safari

Tanzania, Surga Para Petualang Safari

"The wild dogs cry out in the night
As they grow restless longing for some solitary company
I know that I must do what's right
As sure as Kilimanjaro rises like Olympus above the Serengeti
I seek to cure what's deep inside, frightened of this thing that I've become"

KOMPAS.com - Sayup-sayup, penggalan lagu Afrika yg dinyanyikan oleh David Paich vokalis grup musik Toto ini terus terngiang dalam koordinator, mengiringi  kunjungan perdana saya dalam bumi Tanzania Afrika.

Kedatangan kami disambut oleh semerbak harum hangat tanah terpanggang mentari, & pemandangan hamparan padang rumput luas memakai jajaran pohon-pohon baobab. Tiupan angin menurut jendela kendaraan beroda empat berbaur memakai debu jalanan berbatu menjadi  sensasi yg tidak akan gampang terlupakan segenap panca indera.

Tanzania adalah nirwana bagi para petualang safari. Tekstur alam yg khas, & keanekaragaman tanaman & faunanya menghasilkan Tanzania menjadi salah satu negara tujuan primer para wisatawan mancanegara buat bersafari ria.

Negara yg berlokasi dalam Afrika Timur ini memiliki beberapa Taman Nasional & Wilayah Konservasi yg terkenal, mirip: Taman Nasional Serengeti, Taman Nasional Gunung Kilimanjaro, Wilayah Konservasi Kawah Ngorongoro, Taman Nasional Ruaha, & poly tempat lainnya yg serupa tersebar seantero negeri ini.

Kali ini kami mengarah bersafari selama lima hari empat malam memakai satu tim safari lokal: Gregori menjadi pemandu (merangkap sopir) & seorang juru masak bernama Samuel yg kerap dipanggil maupun memakai julukan Mr. D (Delicious).

Selama bepergian, kami dilengkapi sebuah kendaraan beroda empat penjelajah safari 4x4 yg atapnya yg dapat dibuka sehingga kami dapat berdiri melihat ke luar, & alat-alat lengkap berkemah mirip: tenda, kasur, kantung tidur, & alat-alat mengolah.

Sesuai rencana, kami akan melakukan bepergian safari ke empat tempat, yaitu Taman Nasional Tarangire, Taman Nasional Serengeti, Wilayah Konservasi Kawah Ngorongoro, & diakhiri memakai safari berjalan kaki ke daerah Taman Nasional Danau Manyara.

Taman Nasional Tarangire

Gregori & Samuel menjemput kami dalam bandara lokal Arusha yg adalah kota terdekat yg menjadi akses primer kami sebelum melakukan bepergian safari.  Dari kota ini kami melanjutkan bepergian selama 2,lima jam berkendara menuju Taman Nasional Tarangire yg berjarak sekitar 130 kilometer. Gunung Kilimanjaro tampak kokoh tinggi menjulang menurut kejauhan dalam sepanjang bepergian kami keluar menurut kota Arusha.

Taman Nasional Tarangire adalah taman nasional ke 2 terbesar sehabis Taman Nasional Serengeti yg memiliki populasi jumlah hewan terbanyak, & maupun adalah satu-satunya taman nasional dalam global yg memiliki populasi gajah terbanyak.

Di dalam huma taman nasional yg luasnya mencapai 2.850 kilometer persegi ini (hampir sama luasnya memakai Negara Belanda), kita memakai gampang dapat menjumpai majemuk jenis hewan liar, mirip gajah, zebra, kerbau, wildebeest, rusa antelope, elands, & baboon. Mereka tersebar dalam beberapa tempat yg tidak sama.

Saat pagi hari sering kita bisa melihat mereka bergerombol dalam sepanjang sirkulasi Sungai Tarangire, sedang asyik bermain air. Selain itu taman nasional ini maupun adalah tempat tinggal bagi kurang lebih 450 jenis spesies burung.

Keindahan pohon-pohon baobab yg poly tumbuh dalam tempat ini, maupun menjadi keistimewaan tersendiri. Bentuk mereka yg unik mirip brokoli super besar tampak harmonis memakai alam Afrika yg cenderung kering & tandus. Spesies ini mencapai tinggi antara 525 m. Mereka menyimpan air dalam dalam btg mereka, memakai kapasitas dalam atas 120 liter buat bertahan dalam syarat lingkungan sekitar mereka & menjadi pelindung ekosistem yg ada.

Selama berada dalam tempat ini kami melihat majemuk jenis satwa unik mirip monyet bola biru (karena memiliki butir zakar berwarna biru), kawanan gajah, tikus hutan, kawanan rusa yg tengah asyik merumput, jerapah, rubah, babi hutan, & maupun burung pemakan bangkai yg tengah bertengger dalam sarangnya dalam atas pohon baobab. Mobil kami maupun sempat terhenti oleh pemandangan yg menakjubkan menurut rombongan akbar baboon, & maupun kawanan kerbau yg baru saja balik  menurut sungai.

Mobil mogok & anak-anak Maasai

Dari Taman Nasional Tarangire kami melanjutkan bepergian menuju Taman Nasional Serengeti melalui jalan berlubang & berbatu selama kurang lebih empat jam. Kondisi ini tak ayal menghasilkan kendaraan beroda empat rusak, & kami terpaksa berhenti dalam pinggir jalan dalam antara daerah perlindungan Ngorongoro & padang rumput Serengeti.

Di dalam daerah Taman Nasional Serengeti hanya Suku Maasai yg diperbolehkan tinggal & menjalankan aktivitas tradisional mereka menggembala kawanan sapi & kambing.

Suku Maasai adalah suku orisinal dalam Afrika Timur yg begitu bertenaga menjaga adat istiadat tradisional mereka menjadi kaum penggembala semi nomaden. Mereka poly hidup dalam sekitar cagar alam & taman nasional dalam daerah Kenya & Tanzania.

Saat menunggu Gregori & Samuel yg terus mencoba memperbaiki bagian kendaraan beroda empat yg rusak, datanglah dua orang anak-anak suku Maasai menghampiri kami & berbaik hati meminjamkan pisau akbar mereka ke Gregori yg mencoba mengasah sebilah kayu buat memperbaiki salah satu bagian kendaraan beroda empat, & menjadi bayarannya mereka berdua minta buat difoto memakai kacamata berkualitas di optik tunggal hitam yg sedang saya gunakan.

Setelah menunggu kurang lebih satu jam, ternyata kendaraan beroda empat tidak bisa diperbaiki dalam tempat itu. Untungnya lewat kendaraan beroda empat safari lain yg kosong tanpa penumpang bersedia menolong kami melanjutkan bepergian hingga ke perkemahan generik Seronera. Sementara Gregori masih harus membawa kendaraan beroda empat sendirian & memperbaikinya dalam salah satu bengkel terdekat menurut tempat kami bermalam.

Taman Nasional Serengeti

Pengalaman kurang mengenakkan karena kendaraan beroda empat mogok justru terbayar oleh pemandangan spektakuler yg tersaji oleh Taman Nasional Serengeti.

Sepanjang mata memandang tampak ratusan bahkan ribuan hewan Zebra, rusa antelope, kerbau, gajah, jerapah asyik merumput memakai tenang dalam padang rumput luas. Tak heran bila taman nasional ini berada dalam daftar Warisan Dunia versi UNESCO (The World Heritage Site) & mendapatkan posisi paling atas menjadi tempat terbaik yg harus dikunjungi selama berada dalam Tanzania.

Taman Nasional Serengeti memiliki jumlah populasi hewan Wildebeest terbesar yaitu sebesar kurang lebih 1,lima juta ekor. Selama musim hujan (Januari-Maret), kawanan hewan ini poly tersebar dalam daerah Serengeti hingga ke bagian barat Lembah Ngorongoro. Ketika musim kering (April) & rumput-rumput hijau tak lagi poly tumbuh, mereka berpindah tempat secara pengusiran ke bagian barat daya guna mendapatkan masakan.

Taman nasional ini maupun menjanjikan perjumpaan eksotis memakai Simba (Singa dalam bahasa Swahili). Kami begitu beruntung berkesempatan melihat secara dekat empat ekor singa betina & belasan ekor anak-anak mereka waktu mereka tengah dalam bepergian mengincar & mengintai rombongan kerbau yg tengah melintas padang rumput.

Selain singa, kami maupun melihat seekor badak hitam & macan tutul leopard. Kedua hewan ini adalah hewan yg sangat langka karena jumlahnya tidak sebesar hewan-hewan lain yg ada dalam taman nasional ini.

Kawasan Konservasi Kawah Ngorongoro

Berat rasanya berpisah memakai Serengeti. Namun bepergian kami kembali ke arah kawasan Pegunungan Ngorongoro ternyata tidak kalah dagi. Sepanjang bepergian mata kami terus dimanjakan oleh pemandangan padang rumput luas dimana tampak kawanan hewan menurut majemuk jenis merumput memakai. Saya mencoba iseng menghitung, namun lelah menyerah buat mendapatkan jumlah yg akurat setiap mencapai hitungan dalam atas 200.

Kami tiba  dalam perkemahan Simba 1 menjelang pukul 7 malam, sehabis makan malam kami segera beristirahat supaya keesokan pagi  segar & siap buat menjelajah turun ke lembah Kawah Ngorongoro.

Pukul 6 pagi keesokan hari, mentari pagi pun mulai terbit & sinarnya segera menghangatkan residu-residu dingin membeku semalam dalam perkemahan ini yg kurang lebih mengingatkan dalam dinginnya Pegunungan Bromo. Setelah sarapan pagi kami pun segera bergegas melanjutkan bepergian turun ke lembah.

Kawah Ngorongoro -- adalah Keajaiban Dunia ke-8 versi para petualang safari -- terletak dalam ketinggian 2.236 meter dalam atas permukaan laut & adalah kawah utuh terbesar dalam global menurut puncak gunung berapi yg runtuh. Diameternya mencapai 19,2 kilometer memakai luas permukaan 304 km persegi. Dinding kawah memiliki ketinggian 610 meter & tampak kokoh membentang membuat perlindungan bagi ribuan hewan liar yg hidup dalam dalamnya.

Ketika kami mulai masuk ke dalam daerah lembah, selain melihat kawanan zebra, gajah, rusa antelope yg tengah merumput, kami maupun melihat permukaan Danau Magadi, danau asin yg berada dalam dasar lembah dipenuhi burung-burung flaminggo berwarna merah muda.

Kami mengakhiri bepergian dalam lembah Ngorongoro memakai beristirahat makan siang dalam kawasan yg masih berada dalam dalam lembah bernama Ngoitoktok Spring. Di sana kami melihat kawanan kuda-kuda nil yg tengah berendam dalam dalam sungai.

Gregori melarang kami buat makan siang dalam luar kendaraan beroda empat, karena terlalu berbahaya. Kuda Nil dapat naik ke darat menyerang & burung Black Kite  dapat menukik turun mematuk masakan yg ada dalam tangan kita (akbar risiko tangan kita ikut terpatuk & terluka).

Namun kami diizinkan buat keluar menurut kendaraan beroda empat & berfoto ria dalam padang rumput dalam dekat pintu keluar Lembah Kawah Ngorongoro sebelum kami melanjutkan bepergian menuju Taman Nasional Danau Manyara dimana kami akan melakukan petualangan safari memakai berjalan kaki menyusuri areal danau.

Taman Nasional Danau Manyara

Setelah beristirahat semalam dalam perkemahan Panorama, kami melanjutkan bepergian safari terakhir kami dalam Taman Nasional Danau Manyara. Di daerah ini kita dapat memakai gampang melihat panorama The Great Rift Valley yg dagi.

The Great Rift Valley atau Lembah Celah Besar adalah sebuah fitur geografi & geologi yg merobek benua Afrika menjadi dua bagian, terbentang sepanjang kurang lebih 6.000 kilometer menurut Suriah utara hingga Mozambik dalam Afrika Timur. Nama lembah ini diberikan oleh seorang pengelana bernama John Walter Gregory.

Lembah Celah Besar maupun adalah asal beberapa fosil yg sudah membantu penelitian tentang evolusi manusia. Dataran tinggi yg semakin cepat tergerus sudah menimbulkan lembah ini dipenuhi sedimen, sehingga tercipta lingkungan yg bisa melestarikan residu-residu peninggalan sejarah memakai baik.

Tulang-tulang beberapa nenek moyang hominid manusia teranyar sudah ditemukan dalam sana, termasuk "Lucy", berupa tulang-belulang Australopithecine berusia lebih menurut 3 juta tahun.

Perjalanan kami sendiri menuju daerah danau dimulai memakai berjalan kaki menurut Desa Mto Wa Mbu (Desa Sungai Nyamuk). Kami melintasi rimbunnya pohon-pohon akasia berbatang kuning.

Juma pemandu khusus dalam daerah ini  mengungkapkan bahwa rona btg pohon inilah yg menjadi menurut mula istilah Yellow Fever, karena poly orang syahdan terjangkit demam sehabis melewati pohon ini. Pohon Akasia Kuning memang poly tumbuh dalam daerah yg poly tergenang air sehingga menjadi tempat favorit para nyamuk nakal penyebab demam.

Setelah berjalan kaki kurang lebih 15 menit melewati rimbunan pohon, tibalah kami dalam padang luas yg gersang merangas. Saat musim hujan padang luas ini adalah bagian Danau Manyara, salah satu danau asin yg terletak dalam dasar Lembah Celah Besar. Di atas retak-retak tanah terpatri poly jejak kaki hewan mirip jejak kaki kuda nil, badak, kerbau & burung flaminggo.

Kami terus berjalan hingga ke bagian danau Manyara yg masih menyisakan air dalam musim kemarau, & tampak sekelompok akbar burung-burung flaminggo sedang bercengkerama dalam permukaan danau -- seolah mengucap selamat tiba sekaligus selamat tinggal -- sebelum kami harus kembali ke Kota Arusha mengakhiri petualangan safari yg menakjubkan ini. (Kristina Budiati, waktu ini berdomisili dalam Zanzibar, Afrika Timur)

Ikuti twitter Kompas Travel dalam @KompasTravel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Back to Top